Minggu, 03 Maret 2013

Metode Dakwah



BAB  I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama teknologi komunikasi dan informasi, telah membawa dampak berarti pada perubahan sendi-sendi etika umat Islam. Era globalisasi memiliki potensi untuk merubah hampir seluruh sistem kehidupan masyarakat baik dibidang politik, ekonomi, sosial budaya, bahkan dibidang pertahanan dan keamanan.
Dakwah ke depan ini menempatkan perencanaan dan strategi yang tepat dengan merujuk kepada metode dakwah Rasulullah SAW. Para intelektual muslim dapat merumuskan konsep dan metode dakwah untuk generasi muda, orang dewasa atau objek dakwah bagi berbagai lapisan masyarakat yang tingkat pemahaman keagamaannya tergolong rendah atau sebaliknya bagi masyarakat yang tingkat pendidikannya tergolong tinggi, sehingga materi dakwah sesuai dengan objeknya.
Ada yang berpendapat bahwa berdakwah itu hukumnya fardhu kifayah, dengan menisbatkan pada lokasi-lokasi yang didiami para dai dan muballigh. Artinya, jika pada satu kawasan sudah ada yang melakukan dakwah, maka dakwah ketika itu hukumnya fardhu kifayah. Tetapi jika dalam satu kawasan tidak ada orang yang melakukan dakwah padahal mereka mampu, maka seluruh penghuni kawasan itu berdosa di mata Allah. Dengan demikian sebenarnya dakwah merupakan kewajiban dan tugas setiap individu. Hanya dalam pelaksanaannya disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi di lapangan.
B.     Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam pembahasan kali ini adalah :
1.      Bagaimana pengertian metode dakwah?
2.      Apasaja macam-macam metode dakwah?
3.      Apasaja sumber-sumber metode dakwah?
4.      Bagaimana pengaplikasian metode dakwah pada masa Rasulullah?
C.     Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah :
1.      Untuk mengetahui pengertian metode dakwah dan pembahasannya.
2.      Untuk mengetahui macam-macam metode dakwah.
3.      Untuk mengetahui dasar-dasar metode dakwah.
4.      Untuk mengetahui bagaimana aplikasi metode dakwah pada masa Rasulullah.
 

 
BAB  II
PEMBAHASAN
1.      Pengertian  Metode Dakwah
Secara etimologi  metode  dakwah berasal dari 2 kata yaitu ”meta” melalui dan “hodos” jalan atau cara.[1] Metode dakwah adalah cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan.[2]
Menurut Bakhial Khauli Metode Dakwah ialah suatu proses menghidupkan peraturan-peraturan Islam dengan maksud memindahkan umat dari suatu keadaan pada keadaan lain.[3]
       Dari penjelasan diatas dapat diambil pengertian bahwa metode dakwah adalah cara-cara tertentu yang dilakukan oleh seorang da’i (komunikator) kepada mad’u untuk mencapai suatu tujuan atas dasar hikmah dan kasih sayang.[4] Hal ini mengandung arti bahwa pendekatan dakwah harus bertumpu pad suatu pandangan human oriented menempatkan penghargaan yang mulia atas diri manusia.[5]

2.      Macam-macam Metode Dakwah
Metode dakwah adalah cara mencapai tujuan dakwah, untuk mendapatkan gambaran tentang prinsip-prinsip metode dakwah harus mencermati firman Allah Swt, dan Hadits Nabi Muhammad Saw :
ادع الي سبيل ربك بالحكمة والموعظة الحسنة وجادلهم بالتي هي أحسن .... (النحل : 16 : 125)
“ Serulah [ manusia ] kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang baik …….“ [ Q.S. An-Nahl 16: 125 ].
Dari ayart tersebut dapat difahami prinsip umum tentang metode dakwah Islam yang menekankan ada tiga prinsip umum metode dakwah yaitu ; Metode hikmah, metode mau’izah khasanah, meode mujadalah billati hia ahsan.

Metode dakwah meliputi 3 cakupan:

·         Metode bi al-hikam
Kemampuan dan ketepatan da’I dalam memilih,memilah dan menyelaraskan teknik dakwah dengan kondisi objektif mad’u artinya kemampuan da’I dalam menjalaskan donkrit-donkrit islam serta realitas yang ada dengan argumentasi logis dan bahsa komunikatif.
Menurut Syeh Mustafa Al-Maroghi dalam tafsirnya mengatakan bahwa hikmah yaitu; Perkataan yang jelas dan tegas disertai dengan dalil yang dapat mempertegas kebenaran, dan dapat menghilangkan keragu-raguan.
·         Metode al-mau’idzah hasanah
Secara bahasa terdiri dari 2 kata yaitu:mau’idzah dan hasanah mau’idhah berasal dari kata wa’adza ya’idzu wa’dzan I’dzatan yang berarti nasehat,bimbingan ,pendidikan,dan peringatan
            Menurut abdul hamid al-bilali: al-maui’zdah hasanah merupakan salah satu metode untuk mengajak kejalan allah dengan memberikan nasehat atu bimbingan dengan lemah lembut agar mereka mau berbuat baik.
            Sedangkan menurut Imam Abdullah bin Ahmad an-Nasafi yang dikutip oleh H. Hasanudin, al-Mau’izhah al-Hasanah adalah (perkataan-perkataan) yang tidak tersembunyi bagi mereka, bahwa engkau memberikan nasihat dan menghendaki manfaat kepada mereka atau dengan al-Qur’an.[6]
            Jadi maui’dhah hasanah dapat diartikan sebagai ungkapan yang mengandung unsur:bimbingan ,pendidikan, pengajaran ,kisah-kisah, berita gembira, peringatan, pesan-pesan positif yang biasa dijadikan pedoman dalam kehidupan agar mendapat  keselamatan dunia dan akhirat.
Menuri lebih besarut K.H. Mahfudz kata tersebut mengandung arti:
·         Didengar orang,lebih banyak lebih baik suara panggilannya.
·         Diturut orang,lebih banyak lebih baik maksud tujuannya sehingga menjadi lebih besar kuantitas manusia yang kembali kejalan tuhannya,yaitu  jalan Allah Swt.
Setelah kita telusuri kesimpulan dri mau’idzatul hasanah  mengandung arti kata-kata yang masuk kedalam kalbu dengan penuh kasih sayang  dan kedalam perasaandengan penuh kelembutan;tidak membungkar atau atau membeberkan kesalahan orang lain sebab kelemahlembutan dalam menasehati sering kali dapat meluluhkan hati yang keras dan menjinakkan kalbu yang liar;ia lebih mudah melahirkan kebaikan dari pada larangan dan ancaman.

·         Metode al-mujadalah
Metode mujadalah dengan sebaik-baiknya menurut Imam Ghazali dalam kitabnya Ikhya Ulumuddin menegaskan agar orang-orang yang melakukan tukar fikiran itu tidak beranggapan bahwa yang satu sebagai lawan bagi yang lainnya, tetapi mereka harus menganggap bahwa para peserta mujadalah atau diskusi itu sebagai kawan yang saling tolong-menolong dalam mencapai kebenaran. Demikianlah antara lain pendapat sebagaian Mufassirin tentang tiga prinsip metode tersebut.
        Selain dari tiga metode dakwah tersebut di atas, juga terdapat metode dakwah yang didasarkan pada hadis nabi yang artinya :
“Siapa di antara kamu melihat kemunkaran, ubahlah dengan tangannya, jika tidak mampu, ubahlah dengan lisannya, jika tidak mampu, ubahlah dengan hatinya, dan yang terakhir inilah selemah-lemah iman.” [ H.R. Muslim ].
Dari hadis tersebut terdapat tiga tahapan metode yaitu ;
a)      Metode dengan tangan [bilyadi], tangan di sini bisa difahami secara tektual ini terkait dengan bentuk kemunkaran yang dihadapi, tetapi juga tangan bisa difahami dengan kekuasaan atau power, dan metode dengan kekuasaan sangat efektif bila dilakukan oleh penguasa yang berjiwa dakwah.
b)      Metode dakwah dengan lisan [billisan], maksudnya dengan kata-kata yang lemah lembut, yang dapat difahami oleh mad‟u, bukan dengan kata-kata yang keras dan menyakitkan hati.
c)      Metode dakwah dengan hati [bilqolb], yang dimaksud dengan metode dakwah dengan hati adalah dalam berdakwah hati tetap ikhlas, dan tetap mencintai madu dengan tulus, apabila suatu saat mad‟u atau objek dakwah menolak pesan dakwah yang disampaikan, mencemooh, mengejek bahkan mungkin memusuhi dan membenci da’i atau muballigh, maka hati dai tetap sabar, tidak boleh membalas dengan kebencian, tetapi sebaliknya tetap mencintai objek, dan dengan ikhlas hati dai hendaknya mendoakan objek supaya mendapatkan hidayah dari Allah SWT.

3.      Sumber-sumber  metode dakwah
a.       Al-quran
Di dalam Al-Qur’an banyak sekali ayat yang membahas tentang masalah dakwah. Di antara ayat-ayat tersebut ada yang berhubungan dengan para rasul dalam menghadapi umatnya. Selain itu, ada ayat-ayat yang ditujukan kepada Nabi muhammad Saw ketika beliau melanjarkan dakwahnya. Semua ayat-ayat tersebut menunjukkan metode yang harus dipahami dan dipelajari oleh setiap muslim. Karena Allah tidak akan menceritakan melainkan agar menjadi suri tauladan dan dapat membantu dalam rangka menjalankan dakwah berdasarkan metode-metode yang tersurat dan tersirat dalam Al-qur’an, Allah Swt berfirman yang artinya’’ Dan semua kisah-kisah dari rasul-rasul yng kami ceritakan kepadamu ialah kisah-kisah yang dengannya dapat kamu teguhkan hatimu, dan dalam surat ini datang kedamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman.[7]
b.      Sunnah Rasul
            Di dalam sunnah rasul banyak kita temui hadits-hadits yang berkaitan dengan dakwah. Begitu juga dalam sjarah hidup dan perjuangannya dan cara-cara beliau pakai dalam menyiarkan dakwahnya baik ketika beliau berjuang di makkah maupun di Madinah. Semua ini memberikan contoh dalam metode dakwahnya. Karena setidaknya kondisi yang di hadapi Rasulllah Saw ketika itu dialami juga oleh juru dakwah sekarang ini.

c.       Sejarah Hidup Para Sahabat dan Fuqoha’
Dalam sejarah hidup para sahabat-sahabat besar dan para fugaha cukuplah memberikan contoh baik yang sangat berguna bagi juru dakwah. Karena mereka adalah orang yang expert dalam bidang agama. Muadz bin jabal dan para sahabat lainya merupakan figur yang patut dicontoh sebagai kerangka acuan dalam mengembangkan misi dakwah.

d.      Pengalaman
Experience Is The Best Teacher, itu adalah motto yang punya pengaruh besar bagi orang-orang yang suka bergaul dengan orang banyak. Pengalaman juru dakwah merupakan hasil pergaulannya dengan orang banyak yang kadangkala dijadikan reference ketika berdakwah.
Setelah kita mengetahui sumber-sumber metode dakwah sudah sepantasnya kita menjadikannya sebagai pedoman dalam melaksanakan aktivitas dakwah yang harus disesuaikan dengan kondisi dan situasi yang sedang terjadi.

4.      Aplikasi Metode Dakwah Rasulullah Saw.
Ketiga metode dakwah tersebut diaplikasikan dalam berbagai pendekatan, diantarnya yaitu :
a.      Pendekatan Personal; pendekatan dengan cara ini terjadi dengan cara individual yaitu antara da’i dan mad’u langsung bertatap muka sehingga materi yang disampaikan langsung diterima dan biasanya reaksi yang ditimbulkan oleh mad’u akan langsung diketahui.
b.      Pendekatan Pendidikan; pada masa Nabi, dakwah lewat pendidikan dilakukan beriringan dengan masuknya Islam kepada kalangan sahabat. Begitu juga pada masa sekarang ini, kita dapat melihat pendekatan pendidikan teraplikasi dalam lembaga-lembag pendidikan pesantren, yayasan yang bercorak Islam ataupun perguruan tinggi yang didalamnya terdapat materi-materi keislaman.
c.       Pendekatan Diskusi; pendekatan diskusi pada era sekarang sering  dilakukan lewat berbagai diskusi keagamaan, da‟i berperan sebagai nara sumber sedang mad’u berperan sebagai undience.
d.      Pendekatan Penawaran; cara ini dilakukan Nabi dengan memakai metode yang tepat tanpa paksaan sehingga mad‟u ketika meresponinya tidak dalam keadaan tertekan bahkan ia melakukannya dengan niat yang timbul dari hati yang paling dalam.
e.       Pendekatan Misi; maksud dari pendekatan ini adalah pengiriman tebaga para da’i ke daerah-daerah di luar tempat domisili.


BAB  III
PENUTUP
A.    Kesimpulan

Melihat persoalan umat Islam di atas, nampaknya dakwah Islam harus dilakukan dengan upaya yang serius dan tidak hanya cukup dilakukan dengan dakwah bil lisan, dakwah yang dibutuhkan adalah kerja nyata yang mampu menimbulkan perubahan-perubahan sosial kemasyarakatan dan mampu memberikan solusi bagi permasalahan umat.
Mudah-mudahan Allah SWT senantiasa memberikan kekuatan dan petunjuk agar kita tidak salah pilih dan tidak terlambat, insya Allah.

B.     Saran
Dalam pembahasan ini penulis belum begitu spesifik membahas tentang masalah metode dakwah, maka dari itu disaranpan pada penulis yang lain agar lebih bisa membahasnya secara detail terkait dengan hal tersebut.

























 




[1] M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), 61
[2] Wahidin Saputra, Pengantar Ilmu Dakwah, (Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2011), 242
[3] Ibid, 243
[4] Toto Tasmara, Komunikasi Dakwah, (Jakarta, Gaya Media Pratama,1997), 43
[5] Wahidin, Pengantar Ilmu…, 243
[6] Hasanuddin, Hukum Dakwah, (Jakarta, Pedoman Ilmu Jaya, 1996), 37
[7] M. Munir, Metode dakwah, (Jakarta: Prenada Media, cet kedua, 2006), 19

1 komentar: